add Facebook admin Haflah Garudany -- Hanya dimengerti ketika terjadi -- Bawalah yang kau temui walau bukan yang kau cari

29 Desember 2009



Aisyah: Karena Jabar Ini Indah


Minggu, 27 Desember 2009

(titikluang.blogspot.com)



ALHAMDULILLAH, Festival Anak Jabar yang digarap kawan-kawan FLP Bandung di PKJB 2009 berjalan lancar. Sore tadi (27/12/09) penutupan berlangsung meriah. Di depan Ibu Gubernur, Aisyah, bocah sembilan tahun, membacakan suratnya yang terpilih sebagai pemenang kedua Lomba Menulis Surat Kepada Ibu Gubernur. Kata Aisyah, "Aku suka menulis surat karena menulis surat kan seperti menulis cerita...."

Berikut ini beritanya di detikBandung.

Minggu, 27/12/2009 18:31 WIB
PKJB 2009
Anak 9 Tahun Minta Ibu Gubernur Bersihkan Jabar
Tya Eka Yulianti - detikBandung

Bandung - Dalam acara penutupan PKJB 2009 seorang anak bernama Aisyah (9) meminta Ibu Gubernur Netty Heryawan untuk membersihkan Jawa Barat. Karena menurutnya kondisi lingkungan Jabar kotor.

Hal itu disampaikan Aisyah dalam suratnya yang diikutsertakan pada lomba menulis surat kepada Ibu Gubernur, di Graha Manggala Siliwangi, Jalan Aceh, Minggu (27/12/2009).

Aisyah membacakan surat tersebut dihadapan Netty Heryawan. Saat Aisyah membacakannya, Netty hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. "Bu Gubernur kok lingkungan di Jabar kotor yah? Bagaimana kalau kita membersihkannya?" kata Aisyah.

Dituturkan Aisyah, seharusnya Ibu Gubernur dapat memberi tahukan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan dalam sebuah acara khusus. "Bagaimana kalau Ibu memberitahukan kepada semua orang agar tidak membuang sampah sembarangan," ujar Aisyah.

Menurut Aisyah, lingkungan yang kotor membuat banyak penyakit, sementara dengan lingkungan yang bersih membuat masyarakat menjadi sehat dan senang, karena menurutnya Jabar ini indah. "Semoga ide saya ini bisa didengar oleh Ibu Gubernur, dan Jabar menjadi beautiful," kata Aisyah.

Tak hanya Aisyah, satu anak lainnya, Abdurohman (9) ikut membacakan suratnya, isi surat tersebut yaitu pernyataan dukungannya terhadap seluruh program yang dilakukan oleh Dekranasda Jabar, dan berharap kerajinan Jabar dapat lebih maju.

"Semoga Kerajinan dan seni budaya di Jabar dapat lebih maju," ujarnya.(avi/avi)




19 Desember 2009

Festival Anak Jawa Barat


Pengumuman Lomba dan Pameran....


Festival Anak Jawa Barat dalam rangkaian acara Pekan Kerajinan Jawa Barat (PKJB) 2009, Dewan Kerajinan Jawa Barat Nasional (DEKRANASDA) Jabar.


23-27 Desember 2009 di Graha Manggala Siliwangi Jl. Aceh No. 66


Join Us.....





28 Oktober 2009

Puisi-puisi Irham Shidiq

Serpih Cinta


Senyum anggun sang purnama

Mengalun mengumandangkan perang cinta

Menyerang kalbu yang tengah di mabuk rindu

Menghunus dada para pendekar asmara

Prajurit malam tak mampu tidurkan laskar cinta

Mesiu dingin tak mampu menembus benteng kasih saying

Kegelapan di ketinggian langit da di kedalaman lautan

Nurani cinta tak sekedar menerangi itu

Ada hasrat bergejolak di dada ini

Bergejolak dan terus memuncak

Jika bunga dan kumbang ditakdirkan sepasang

Ku tak mau jadi kumbang itu

Dan jika purnama sebagai lambang perpaduan cinta

Aku ingin purnama itu tidak ada

Mencari

Ku tanya pada fakir, adakah tuhan?

Ah, tak sama ruginya dengan agnotisisma

Tak perlulah raga khianati jiwa

Meski selamat dan senang jadi hikayat

Lantas kutanya tentang mati

Wahyunya menjawab dalam agama

Yang tak rampung dengan ilmu dan filsafat

Agama yang mana yang harus dijunjung?

Memento Mori

Memento Domini

Ajaran Isa mendidik kami

Dalam bimbingan tentang mati



Seminar Dakwah dalam Kisah Fiksi (bedah dongeng hikayat majalah al-Qudwah tulisan K.H. Usman Sholehuddin)




Drs. H. Anwaruddin
K.H. Usman Sholehudin
Sutajaya, S.S





Mama Ajengan, Kai Adma, Kai Atam, dan Kai Sahamah merupakan tokoh fiktif
dalam dongeng berbahasa sunda yang ditulis oleh ust. Usman Sholehudin
dalam majalah al-Qudwah, rubrik Hikayat.

Mereka hidup dalam fiksi tentang realitas keagamaan dan kehidupan,
Seakan mengokohkan bahwa fiksi (cerpen, novel, dongeng, dll)
bukan hanya sekedar imajinasi, karya apapun adalah hasil pengalaman pengarang
dan evaluasinya terhadap kehidupan.
Rubrik Hikayat, bergerak ringan ditengah-tengah tumpukan kitab-kitab hadits
dan penjelasannya, diantara deretan pentafsiran al-Qur’an serta rumitnya pembahasan
fiqih yang ditulis dan menjadi kajian pokok majalah tersebut.

Ataukah apakah memang ada hubungannya antara kisah tersebut dengan
metode penjelasan al-Qur’an dan Hadits itu pula?
Banyak ulama yang menyentuh fiksi, Iqbal berpuisi, Hamka bersastra.
Seperti dongeng dalam majalah tersebut, penulisnya tidak tanggung-tanggung adalah
K.H. Usman Sholehudin, tokoh dan sosok ulama dan guru Persatuan Islam (Persis)
saat ini.

Dimana kaitannya antara Sastra Fiksi dengan Dakwah? Sejauh mana cerita tersebut dapat bermanfaat
bagi pembacanya serta mubaligh-mubaligh yang berguru kepadanya?. Dan yang terpenting,
sebenarnya apa yang ingin beliau sampaikan dalam cerita tersebut sampai terus mempertahankan
cerita tersebut hingga saat ini?. Melalui simbol-simbol yang mewakili golongan,
mengenal karakter-karakter tokoh, setting, bahkan bahasa yang digunakan, pantasnya pembaca
mendapatkan pelajaran yang berharga seperti yang dimaksud penulis.
Begitulah karya sastra, memanusiakan manusia, menceritakan realita, tanpa menghakimi.
Dari itu kami mencoba mengenal lebih dekat dan mengambil hikmah.

Terlaksanalah sebuah acara yang kami (Klub penulis fiksi – BuritanNuh) rintis hasil kerja bareng dengan Himpunan Mahasiswi (HIMI) Persis Pimpinan Komisariat (PK) STAI Persis. Sebuah acara seminar yang diberi ngaran Seminar Dakwah Dalam Kisah Fiksi: Bedah dongeng hikayat tulisan K.H. Usman Shalehuddin. Walaupun kami tidak yakin apakah acara tersebut memang harus dinamai seminar, tapi itulah yang kami laksanakan.

Terlaksanakan dengan izin Allah swt pada hari kamis 10 September 2009 M bertepatan dengan 20 Ramadhan 1430 H, dihadiri langsung oleh K.H. Usman Shalehuddin. Suatu kehormatan beliau memberikan apresiasi yang hangat dan antusias ditengah kesibukan dan istirahat beliau di bulan Ramadhan tahun ini. Ust. Usman adalah penulis rubrik Hikayat di majalah al-Qudwah yang kini rubrik tersebut dikumpulkan dalam sebuah buku kumpulan dongeng hikayat seri pertama. Beliau juga merupakan salah satu Pemilik Kursi di Dewan Hisbah PP. Persis, serta aktifitas lainnya yang dikenal baik oleh para panitia dan peserta yang datang.

Hadir pula Sutajaya, S.S sebagai pembicara kedua yang mengupas tulisan Hikayat tersebut dari segi sastra. Kang suta –sapaan akrab Sutajaya- adalah anggota Komunitas Sastra Indonesia (KSI) dan Ketua Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia (KOMPI) Jabar.

Alunan kecapi dan suling sunda dari para pemainnya yang dihadirkan dalam acara tersebut mengiringi pembacaan salah satu dongeng yang berjudul Kapercayaan teh lain Iman oleh kang suta sebagai pembukaan. Suasana alam pedesaan sunda semakin terasa menimpal dekorasi suasana pedesaan dengan bentangan kain batik dan alat-alat khas sunda serta tulisan sunda sebagai backround ruangan acara. Sebuah kebanggaan bisa membuat apa usman tertawa manis. Subhanallah, di depan kami adalah dua orang yang kompeten di bidangnya masing-masing yang kita berguru kepadanya.

Pada kesempatan berikutnya, insyaAllah kami sampaikan materi yang telah mereka sampaikan dan berhasil kami rekam dalam sebuah tulisan. Materi seminar yang disimak lebih dari 50 peserta (alhamdulillah memenuhi target...! awalnya kami bilang ke Ust. Usman, peserta yang diperkirakan datang sebanyak 30-50 peserta). Nantikan.
To be continued...


27 Mei 2009

BuritanNuh mengajak...

setinggi apapun Gunung yang Kan'an daki, Air itu tetap menenggelamkannya.
Lihatlah ke belakang, penghuni Kapal Nuh menghulurkan tangan di Buritan. (R-A-D)




26 Mei 2009

Pesan dari cahaya

Judul : Mujahid Dakwah
Penulis : K.H.M Isa Anshary
Cetakan : Diponegoro, Bandung
Jumlah Halaman : 318 Halaman
Resumer : Dhanyawan Haflah

Manajemen Pendakwah

K.H.M, Isha Anshary di dalam masa pengasingannya, dengan semangat da`i yang terpatri, berusaha membuat sebuah potret dan penomena kehidupan dakwah pada masa itu. Tetapi sekiranya walaupun buku yang hadir dengan judul Mujahid Dakwah ini lebih penuh dan syarat dengan pengalaman serta kasus yang bisa diambil sebagai cerminan bagi diri mujahid dakwah hingga saat ini.

Salah satu refleksi yang bisa dimanfaatkan, buku ini merupakan pegangan bagi yang hendak atau sudah berbaur dengan darah perjuangan. Entah apa yang terjadi kiranya pada sebuah manajemen dakwah yang bermutu bahkan teruji kalaulah tidak didukung dengan Sumber Daya Manusia yang akan menggunakannya.

Istidlal dari buku ini adalah Manajemen Pendakwah. Walaupun terasa sulit untuk membongkar ideal sang penulis, semoga resume dibawah ini bisa direfleksikan kedalam kehidupan pendakwah, mencakup pen-sistemasi-an buku yang ditulis berdasarkan pengalaman waktu dulu, sehingga terangkum dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan manajemen da`i, di antaranya:

Judul : Mujahid Dakwah
Penulis : K.H.M Isa Anshary
Cetakan : Diponegoro, Bandung
Jumlah Halaman : 318 Halaman
Resumer : Dhanyawan Haflah

Manajemen Pendakwah

K.H.M, Isha Anshary di dalam masa pengasingannya, dengan semangat da`i yang terpatri, berusaha membuat sebuah potret dan penomena kehidupan dakwah pada masa itu. Tetapi sekiranya walaupun buku yang hadir dengan judul Mujahid Dakwah ini lebih penuh dan syarat dengan pengalaman serta kasus yang bisa diambil sebagai cerminan bagi diri mujahid dakwah hingga saat ini.

Salah satu refleksi yang bisa dimanfaatkan, buku ini merupakan pegangan bagi yang hendak atau sudah berbaur dengan darah perjuangan. Entah apa yang terjadi kiranya pada sebuah manajemen dakwah yang bermutu bahkan teruji kalaulah tidak didukung dengan Sumber Daya Manusia yang akan menggunakannya.

Istidlal dari buku ini adalah Manajemen Pendakwah. Walaupun terasa sulit untuk membongkar ideal sang penulis, semoga resume dibawah ini bisa direfleksikan kedalam kehidupan pendakwah, mencakup pen-sistemasi-an buku yang ditulis berdasarkan pengalaman waktu dulu, sehingga terangkum dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan manajemen da`i, di antaranya:

1. Kemampuan yang perlu dimiliki seorang juru dakwah
Dari beberapa uraian dalam buku, ada beberapa hal yang berkaitan dengan kemampuan yang mendukung seorang yang akan atau telah terjun langsung dengan kegiatan dakwah. Seperti diantaranya, kemampuan berdakwah dengan tulisan selain kemampuannya berdakwah lewat podium, sehingga memberi kesan bahwa dakwah tidak melulu dengan berdiri dilapangan. Dan dalam konteks kekinian, dimungkinkan seorang da`i perlu mangikuti pula perkembangan teknologi yang membuka kesempatan untuk berdakwah lebih luas misalnya lewat Televis dan internet yang disesuaikan dengan keperluan berdakwah.
Hal itu, dengan pengambilan contoh negara-negara, Islam dan Non Islam, yang sanggup bangkit kembali dengan perantara lisan dan tulisan seorang “pahlawan” pada jamannya.
Selain itu disiplin Ilmu yang lain pun perlu dimiliki oleh seorang penda`i, dalam buku itu disebutkan berbagai ilmu yang perlu dikuasai diantaranya: Ilmu pengetahuan Islam, Perbandingan agama, Sejarah baik dunia Islam ataupun Indonesia bahkan dunia, Filsafat, Kebudayaan/ kesenian, politik Islam dan Nasional serta Internasional, Psikologi sosiologi, Ideologi Islam atau pancasila dan lainnya. Namun bukan berarti itu saja yang perlu dimiliki, tetapi seorang da`i dituntut untuk tahu lebih banyak hal disamping keilmuan tentang Islam

2. Ideologi dan Strategi

a. Cita dan Cinta
Perjuangan adalah menjalankan tugas yang dibebankan oleh keyakinan, risalah yang diletakan oleh Iman dan Agama. Juru dakwah atau Mubaligh Islam adalah pendukung Cita karena Cinta. Konsekuensi sebagai juru dakwah dan pejuang adalah berkorban, apa saja yang dimnta oleh perjuangan. Berhadapan dengan cita dan cinta inilah, fana dan lenyaplah dirinya, tiada perhitungan untung dan rugi, pecah dan binasa bahkan hidup dan mati.
b. Idealisme
Rumus idealisme perjuangan yang jelas dan cerah serta penetapan strategi yang baik menjadi pedoman berjuang yang mencegah kita terapung dalam dakwah. Para Juru dakwah dan mubaligh Islam perlu kemuka dengan wajah yang terang, konsep perjuangan, strategi umum yang diletakan dalam perjuangan cita agar tidak ada kesimpangsiuran dalam perjuangan. Perjuangan yang bermutu ialah jika para pejuang maju dengan idealisme perjuangan jelas.
c. Membajakan Diri
Untuk tugas mulia itu dibutuhkan hal yang bisa menguatkan keimanan dalam posisi yang siap. Hal itu ditunjukan dengan harus adanya Istiqamah, Khasyah, Hikmah, Taqwallah, Tawakal, Shabar, Ikhlas Ridlo, Izzatunnafsi, Hubbillah, Maghfirrah, Sakinah, dan yang tentunya ada hal lain selain hal yang disebutkan dibuku yang bisa digunakan untuk menguatkan untuk berjuang, yang lebih berkaitan dengan aspek lingkungan dan keadaan pribadi.
d. Organizer
Kegiatan operasi ideologi yang dijalankan dalam kurun beberapa waktu dapat mengumpulkan puluhan dan ratusan ribu pengikut. Tetapi jika hasil itu tidak dapat ditampung oleh tangan organisator, penyusun dan pembangun, maka akan berserakan kembali. Operasi yang dilancarkan dan berhasil, menuntut adanya “Follow up”. Lidah pendakwah dan tangan organisaror adalah satu keharusan.

3. Akhlaq dan Uswah Hasanah
a. Sebagai Juru dakwah, mubaligh adalah sorotan umat, cermin dan penerang. Ilmu yang banyak, pengalaman, perjuangan, kemahiran berdakwah dengan berbagai cara dan sistemnya, semua itu akan tidak ada harganya, kalaulah akhlaq penda`i itu sendiri rendah, moral yang bejat, hanya mampu mangajak tanpa berbuat.
b. Kehidupan Rumah Tangga yang diuraikan dalam buku juga bisa dimasukan dalam kategori ini. Banyak benar terlihat, seorang pemimpin yang sukses dan gemilang dalam masyarakat, tetapi gagal dalam rumah tangga. Banyak pula orang yang pada masa mudanya aktif berjuang, tetapi lumpuh sewaktu dia telah berumah-tangga.
Penulis tidak menganjurkan agar penda`i tenggelam terus dalam masyarakat dan sang istri bergelut dengan asap dapur yang mengepul, tetapi perlu adanya pembagian tugas dan tanggungjawab. Tugas seorang istri di rumaht-angga jangan dianggap tidak ada hubungannya dengan kemasyarakatan. Seorang Istri harus mengerti tugas seorang da`i ketika harus membukakan pintu malam-malam karena sang suami pulang mengaji.
Rumah tangga juru dakwah harus aktif berdakwah dengan teladan yang baik, bertabligh dengan uswah hasanah, memberi contoh dengan suri tauladan. Lidah si tukang dakwah akan kaku berbicara di muka umum, kalau rumah tangga sendiri bukanlah rumah tangga Islam.

4. Cerdas menghadapi kasus dan latihan

Dalam buku ini sang penulis juga mengetengahkan pembahasan mengenai kasus yang sering terjadi pada masa itu dalam proses dakwah. Di anataranya tentang Ushul dan Furu’, Dakwah melawan penjajah, Mimbar politik dan parlemen. Permasalahan Khilafiyyah dan bid’ah yang sering terjadi dan pemecahan masalahnya juga diketengahkan dalam buku ini. Politik dan penjajahan menjadi lahan tersendiri bagi dakwah pada masa itu. Pada masa sekarangpun bisa dikiaskan bahwa perjuangan dakwah akan mendapatkan tantangan dan rintangan yang khas dalam setiap kegiatan. Dan dakwah penda`i harus lah bisa memenuhi keinginan masyarakat atas hal yang menjadi permasalahan.

Sebagai pelengkap bagi kemahiran seorang pendakwah, Dalam buku ini juga ada pembahasan tentang kegiatan dan latihan. Diantara yang dicontohkan seperti: Latihan Lidah, latihan dakwah dengan cara merumuskan dan melahitrkan pendapat didepan orang banyak dimulai dikalangan teman seperjuangan dan meminta pendapat para ahli. pendakwah dapat memenuhi tuntutan untuk lebih selektif memilih bahan untuk kajian sesuai dengan kebutuhan ummat dengan latihan dan jam terbang.

Jika dilihat semua itu berkaitan dengan dakwah lisan, tentunya untuk saat ini bisa dengan berlatih berbagai media untuk dakwah seperti latihan menulis sebagai lanjutan kemampuan menulis, melatih kemampuan komputer jangan sebatas taraf bisa.
Pesan Terkahir penulis diurai dengan untaia ayat: Qum Faandzir, warabbaka fakabbir, wasyiyabaka fathihhir, warujza fahjur, wala tamnun tastaktsir walirabbika fashbir. Dan memungkas tulisan dengan lampiran tentang Aqidah, Jama`ah dan Imamah.
Wallahu a’lamu
Bojongkunci, 08 Mei 2007
Kidnapper


Mujahid Dakwah



Judul : Mujahid Dakwah
Penulis : K.H.M Isa Anshary
Cetakan : Diponegoro, Bandung
Jumlah Halaman : 318 Halaman
Resumer : Dhanyawan Haflah

Manajemen Pendakwah

K.H.M, Isha Anshary di dalam masa pengasingannya, dengan semangat da`i yang terpatri, berusaha membuat sebuah potret dan penomena kehidupan dakwah pada masa itu. Tetapi sekiranya walaupun buku yang hadir dengan judul Mujahid Dakwah ini lebih penuh dan syarat dengan pengalaman serta kasus yang bisa diambil sebagai cerminan bagi diri mujahid dakwah hingga saat ini.
Salah satu refleksi yang bisa dimanfaatkan, buku ini merupakan pegangan bagi yang hendak atau sudah berbaur dengan darah perjuangan. Entah apa yang terjadi kiranya pada sebuah manajemen dakwah yang bermutu bahkan teruji kalaulah tidak didukung dengan Sumber Daya Manusia yang akan menggunakannya.
Istidlal dari buku ini adalah Manajemen Pendakwah. Walaupun terasa sulit untuk membongkar ideal sang penulis, semoga resume dibawah ini bisa direfleksikan kedalam kehidupan pendakwah, mencakup pen-sistemasi-an buku yang ditulis berdasarkan pengalaman waktu dulu, sehingga terangkum dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan manajemen da`i, di antaranya:
1. Kemampuan yang perlu dimiliki seorang juru dakwah
Dari beberapa uraian dalam buku, ada beberapa hal yang berkaitan dengan kemampuan yang mendukung seorang yang akan atau telah terjun langsung dengan kegiatan dakwah. Seperti diantaranya, kemampuan berdakwah dengan tulisan selain kemampuannya berdakwah lewat podium, sehingga memberi kesan bahwa dakwah tidak melulu dengan berdiri dilapangan. Dan dalam konteks kekinian, dimungkinkan seorang da`i perlu mangikuti pula perkembangan teknologi yang membuka kesempatan untuk berdakwah lebih luas misalnya lewat Televis dan internet yang disesuaikan dengan keperluan berdakwah.
Hal itu, dengan pengambilan contoh negara-negara, Islam dan Non Islam, yang sanggup bangkit kembali dengan perantara lisan dan tulisan seorang “pahlawan” pada jamannya.
Selain itu disiplin Ilmu yang lain pun perlu dimiliki oleh seorang penda`i, dalam buku itu disebutkan berbagai ilmu yang perlu dikuasai diantaranya: Ilmu pengetahuan Islam, Perbandingan agama, Sejarah baik dunia Islam ataupun Indonesia bahkan dunia, Filsafat, Kebudayaan/ kesenian, politik Islam dan Nasional serta Internasional, Psikologi sosiologi, Ideologi Islam atau pancasila dan lainnya. Namun bukan berarti itu saja yang perlu dimiliki, tetapi seorang da`i dituntut untuk tahu lebih banyak hal disamping keilmuan tentang Islam
Ideologi dan Strategi
1. Cita dan Cinta
Perjuangan adalah menjalankan tugas yang dibebankan oleh keyakinan, risalah yang diletakan oleh Iman dan Agama. Juru dakwah atau Mubaligh Islam adalah pendukung Cita karena Cinta. Konsekuensi sebagai juru dakwah dan pejuang adalah berkorban, apa saja yang dimnta oleh perjuangan. Berhadapan dengan cita dan cinta inilah, fana dan lenyaplah dirinya, tiada perhitungan untung dan rugi, pecah dan binasa bahkan hidup dan mati.
2. Idealisme
Rumus idealisme perjuangan yang jelas dan cerah serta penetapan strategi yang baik menjadi pedoman berjuang yang mencegah kita terapung dalam dakwah. Para Juru dakwah dan mubaligh Islam perlu kemuka dengan wajah yang terang, konsep perjuangan, strategi umum yang diletakan dalam perjuangan cita agar tidak ada kesimpangsiuran dalam perjuangan. Perjuangan yang bermutu ialah jika para pejuang maju dengan idealisme perjuangan jelas.

3. Membajakan Diri
Untuk tugas mulia itu dibutuhkan hal yang bisa menguatkan keimanan dalam posisi yang siap. Hal itu ditunjukan dengan harus adanya Istiqamah, Khasyah, Hikmah, Taqwallah, Tawakal, Shabar, Ikhlas Ridlo, Izzatunnafsi, Hubbillah, Maghfirrah, Sakinah, dan yang tentunya ada hal lain selain hal yang disebutkan dibuku yang bisa digunakan untuk menguatkan untuk berjuang, yang lebih berkaitan dengan aspek lingkungan dan keadaan pribadi.
4. Organizer
Kegiatan operasi ideologi yang dijalankan dalam kurun beberapa waktu dapat mengumpulkan puluhan dan ratusan ribu pengikut. Tetapi jika hasil itu tidak dapat ditampung oleh tangan organisator, penyusun dan pembangun, maka akan berserakan kembali. Operasi yang dilancarkan dan berhasil, menuntut adanya “Follow up”. Lidah pendakwah dan tangan organisaror adalah satu keharusan.
Akhlaq dan Uswah Hasanah
1. Sebagai Juru dakwah, mubaligh adalah sorotan umat, cermin dan penerang. Ilmu yang banyak, pengalaman, perjuangan, kemahiran berdakwah dengan berbagai cara dan sistemnya, semua itu akan tidak ada harganya, kalaulah akhlaq penda`i itu sendiri rendah, moral yang bejat, hanya mampu mangajak tanpa berbuat.
2. Kehidupan Rumah Tangga yang diuraikan dalam buku juga bisa dimasukan dalam kategori ini. Banyak benar terlihat, seorang pemimpin yang sukses dan gemilang dalam masyarakat, tetapi gagal dalam rumah tangga. Banyak pula orang yang pada masa mudanya aktif berjuang, tetapi lumpuh sewaktu dia telah berumah-tangga.
Penulis tidak menganjurkan agar penda`i tenggelam terus dalam masyarakat dan sang istri bergelut dengan asap dapur yang mengepul, tetapi perlu adanya pembagian tugas dan tanggungjawab. Tugas seorang istri di rumaht-angga jangan dianggap tidak ada hubungannya dengan kemasyarakatan. Seorang Istri harus mengerti tugas seorang da`i ketika harus membukakan pintu malam-malam karena sang suami pulang mengaji.
Rumah tangga juru dakwah harus aktif berdakwah dengan teladan yang baik, bertabligh dengan uswah hasanah, memberi contoh dengan suri tauladan. Lidah si tukang dakwah akan kaku berbicara di muka umum, kalau rumah tangga sendiri bukanlah rumah tangga Islam.
Cerdas menghadapi kasus dan latihan
Dalam buku ini sang penulis juga mengetengahkan pembahasan mengenai kasus yang sering terjadi pada masa itu dalam proses dakwah. Di anataranya tentang Ushul dan Furu’, Dakwah melawan penjajah, Mimbar politik dan parlemen. Permasalahan Khilafiyyah dan bid’ah yang sering terjadi dan pemecahan masalahnya juga diketengahkan dalam buku ini. Politik dan penjajahan menjadi lahan tersendiri bagi dakwah pada masa itu. Pada masa sekarangpun bisa dikiaskan bahwa perjuangan dakwah akan mendapatkan tantangan dan rintangan yang khas dalam setiap kegiatan. Dan dakwah penda`i harus lah bisa memenuhi keinginan masyarakat atas hal yang menjadi permasalahan.
Sebagai pelengkap bagi kemahiran seorang pendakwah, Dalam buku ini juga ada pembahasan tentang kegiatan dan latihan. Diantara yang dicontohkan seperti: Latihan Lidah, latihan dakwah dengan cara merumuskan dan melahitrkan pendapat didepan orang banyak dimulai dikalangan teman seperjuangan dan meminta pendapat para ahli. pendakwah dapat memenuhi tuntutan untuk lebih selektif memilih bahan untuk kajian sesuai dengan kebutuhan ummat dengan latihan dan jam terbang.
Jika dilihat semua itu berkaitan dengan dakwah lisan, tentunya untuk saat ini bisa dengan berlatih berbagai media untuk dakwah seperti latihan menulis sebagai lanjutan kemampuan menulis, melatih kemampuan komputer jangan sebatas taraf bisa.
Pesan Terkahir penulis diurai dengan untaia ayat: Qum Faandzir, warabbaka fakabbir, wasyiyabaka fathihhir, warujza fahjur, wala tamnun tastaktsir walirabbika fashbir. Dan memungkas tulisan dengan lampiran tentang Aqidah, Jama`ah dan Imamah.
Wallahu a’lamu
Bojongkunci, 08 Mei 2007
Kidnapper

Kenapa Harus Kartini?

(http://persis.or.id/?p=487)
Setiap tanggal 21 April, kelahiran Kartini selalu diperingati seolah sudah menjadi ritual wajib tahunan di negeri ini. Kartini dimitoskan sebagai sosok wanita Indonesia yang pertama yang memperjuangkan hak-hak kaumnya. Karena selalu dibincangkan di mana-mana dan selalu diperingati, benak orang kebanyakan di negeri ini dipaksa untuk percaya bahwa wanita inilah yang menjadi pendobrak tradisi menuntut emansipasi kaum wanita.


Setiap tanggal 21 April, kelahiran Kartini selalu diperingati seolah sudah menjadi ritual wajib tahunan di negeri ini. Kartini dimitoskan sebagai sosok wanita Indonesia yang pertama yang memperjuangkan hak-hak kaumnya. Karena selalu dibincangkan di mana-mana dan selalu diperingati, benak orang kebanyakan di negeri ini dipaksa untuk percaya bahwa wanita inilah yang menjadi pendobrak tradisi menuntut emansipasi kaum wanita.

Sama seperti pengetahuan lain pada umumnya, bila sudah dimitoskan seolah-olah ia merupakan kebenaran yang taken for granted. Jarang ada yang mempertanyakan kembali apakah memang Kartini yang pertama kali dan mempelopori perjuangan kaum wanita menuntut haknya? Kalau memang ada yang lain, kenapa harus Kartini yang dipilih? Benarkah ia melawan tradisi yang sudah mengakar pada bangsa ini atau hanya melawan tradisi di lingkungan keluarganya?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu tidak akan pernah lewat dalam benak orang yang sudah kadung memitoskan Kartini. Bahkan saat kemudian ada yang secara serampangan mengaitkan Kartini dengan semangat gerakan “feminisme” a la Barat masa kini, tidak ada pula yang menggugatnya. Kata “emansipasi” pun akhirnya bergulir bak bola salju menjadi padanan lain dari “fenimisme” dan “liberalisasi kaum wanita”. Padahal kalau kita mau sedikit lebih Kritis “mendewakan” Kartini dan menyamaratakannya dengan ide feminisme Barat adalah tindakan yang gegabah dan terlalu terburu-buru.

Kartini dan Wanita Lain dalam Sejarah Indonesia

Kepopuleran Kartini tidak terlepas dari buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabat Eropanya, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911. Buku ini dianggap sebagai grand idea yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Padahal saat itu, menurut klaim buta para ‘pengikut’ Kartini, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu.

Beberapa sejarawan sudah mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak wanita yang hidup sezamannya juga berpikiran maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan unek-uneknya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Kalau Kartini dikenal hanya karena ‘belas kasihan’ Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan). Kalau saja ada yang sempat menerbitkan pikiran-pikiran Rohana dalam berbagai surat kabar itu, apa yang dipikirkan Rohana jauh lebih hebat dari yang dipikirkan Kartini.

Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita.

Di Aceh kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Din dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sultanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan. Dan kalau sudah ada wanita yang menjadi sultan atau panglima perang, secara kultural berarti tidak ada hambatan sama sekali bagi para wanita untuk berkiprah dalam berbagai lapangan sosial. Masyarakatnya sudah terbiasa hidup dalam budaya yang menempatkan kaum wanita dalam posisi seperti itu.

Kenapa Kartini?

Pertanyaannya: kenapa harus Kartini? Kalau jawabannya hanya karena Kartini berkorespondensi dengan wanita-wanita Belanda dan berkisah tentang ketertindasan wanita Jawa di sekelilingnya, jelas terlalu mengada-ada untuk menempatkannya menjadi tokoh yang sangat hebat di negeri ini. Bukankah banyak (tidak hanya satu) wanita yang lebih hebat pada zamannya, bahkan jauh sebelumnya? Inilah yang patut menjadi dasar penyelidikan kritis atas mitos Kartini yang selama ini sudah kadung dipercayai banyak orang.

Banyak orang yang menyangsikan kebenaran buku yang diterbitkan Abendanon itu sebagai berisi surat-surat Kartini. Selain sampai saat ini tidak pernah ditemukan naskah asli surat-surat yang ditulis-tangan sendiri oleh Kartini, isinya pun terlalu hebat untuk anak usia belasan tahun. Lagi pula, hanya surat-surat yang berkenaan dengan ketertindasan wanita yang diterbitkan Abendanon. Tidakkah Kartini juga bercerita hal lain?

Dari sini muncul kecurigaan, jangan-jangan buku itu hanya rekayasa Abendanon. Kalaupun itu benar-benar surat Kartini, pasti sudah ada proses editing yang dilakukan sebelum diterbitkan. Harus diberi garis bawa bahwa Abendanon adalah seorang menteri Hindia Belanda yang sedang bergelut dengan Politik Etis saat buku itu diterbitkan. Sangat mungkin bahwa buku itu adalah salah satu wujud kebijakan politik lipstik yang tengah dimainkan Belanda.

Kenapa bukan Rohana Kudus atau Cut Nyak Din dan kawan-kawan yang diangkat oleh Belanda? Jelas sangat tidak mungkin Belanda mengangkat mereka. Bagi Belanda mereka adalah musuh yang harus ditumpas dan dihancurkan. Sepanjang hayat para wanita hebat itu, tidak pernah tercatat bahwa mereka menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Selain itu, visi keislaman yang tegas dari para wanita seperti Rohana Kudus sangat tidak mereka senangi. Tentang perjuangannya memajukan kaum wanita, Rohana menjelaskan, “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan.” Wallâhu A‘lam bi Al-Shawwâb.
(http://persis.or.id/?p=487)

Kartini Tanpa Ibu

Wanita perkasa, itulah sebutan bagi para wanita di Negeri ini yang bekerja dan membanting tulang layaknya lelaki, bahkan tidak jarang pekerjaan yang dikerjakanya melebihi dari kapasitasnya sebagai kaum hawa yang lemah lembut. Sebutlah Srikandi. Entah ini suatu keberhasilan atas mimpi dan cita Kartini, hingga kaum Srikandi ini tidak hanya ada sebagai mantan Presiden, Walikota, Kepala Polisi, dan caleg. Tapi ia juga ada di tempat-tempat yang sangat tidak terduga. Mereka bekerja sebagai supir truk raksasa, menjadi tukang tambal ban, menjadi tukang becak, menjadi tukang ojek dan masih banyak deretan pekerjaan yang lainnya yang memiris keringat dan air mata.


Wanita perkasa, itulah sebutan bagi para wanita di Negeri ini yang bekerja dan membanting tulang layaknya lelaki, bahkan tidak jarang pekerjaan yang dikerjakanya melebihi dari kapasitasnya sebagai kaum hawa yang lemah lembut. Sebutlah Srikandi. Entah ini suatu keberhasilan atas mimpi dan cita Kartini, hingga kaum Srikandi ini tidak hanya ada sebagai mantan Presiden, Walikota, Kepala Polisi, dan caleg. Tapi ia juga ada di tempat-tempat yang sangat tidak terduga. Mereka bekerja sebagai supir truk raksasa, menjadi tukang tambal ban, menjadi tukang becak, menjadi tukang ojek dan masih banyak deretan pekerjaan yang lainnya yang memiris keringat dan air mata.

Negeri ini mencoba menjunjung tinggi cita dan mimpi kartini menjadi srikandi. Sang wanita yang gagah dan berani. Hingga di setiap pelosok Negeri ini sorak dan teriakan emansipasi wanita dan kesetaraan gender ramai di bicarakan.

Tuntutan perjuangkan kemerdekaan sebagai kaum hawa yang selalu dinomorduakan dan dipicingkan mata, dengan pangkat dan label yang membuat gerah dan panas di telinga dan hati mereka. Gelar makhluk penggoda, hingga gelar itu tersemat di tubuhnya “Racun Dunia”.

Wanita yang selalu digarda belakang. Sebagai tiang penyokong. Karena dibalik kesuksesan pria dibelakangnya ada seorang wanita. Sekarang mereka ingin maju ke depan. Menghantam tembok perbedaan. Tidak mau hanya sebagai tiang negara tapi juga ingin menjadi tombak negara.

Terlepas dari boleh dan tidak, tapi mari kita mengevaluasi kembali di hari wanita ini. Apa betul yang telah diraih dan dikerjakan wanita Indonesia sekarang ini telah sesuai dengan cita dan mimpi Kartini. Seperti Menjadi supir truk, menjadi tukang becak, menjadi tukang tambal ban. Inikah kesataraan yang diidamkan seorang wanita.

Sekarang bila saja Ibu Kartini masih hidup. menangis atau tertawakah ia?.

Isu ini menjadi bias. Apa yang mereka idamkan “hak atau kesataraan”?. Berawal dari keinginan mencoba melepas belenggu tradisi yang merugikan wanita. Yang selalu menjadi objek eksploitasi keindahan rayu gombal sang buaya, hingga karier yang terbatas yaitu Dapur.

Menelaah kembali mimpi dan cita kartini yang menjadi inspirasi dan semangat para wanita. Apa salahnya? Karena penulis yakin ketika kartini menjadi istri yang keempat dari sang Bupati. Pasti para Srikandi kita langsung mengerutkan dahi akan keengganannya.

Mari kita menjernihkan kembali kebiasan keinginan para Srikandi ibu pertiwi ini. Dan menyimpan dulu apa itu emansipasi dan kestaraan yang mereka usung.

Wanita adalah tiang kehidupan dan tiang negara. Jelas apa jadinya bila semua maju kemedan perang. Pasti Akan ada kekosongan wilayah. Kokoh di hadapan rapuh di belakang.

Kita pernah mendengar kisah perang Uhud ketika para pemanah menjadi tiang kekuatan. Kemenangan. Maka kemenangan sirna begitu saja ketika mereka (Pemanah) meninggalkan tempatnya.

Para Srikandi mau tidak mau harus menerima, bahwa gelar “Ibu” itu tersemat telah menjadi kodratnya bagi seluruh wanita. Tapi sayang mereka bersikeras dengan berdalih mimpi kartini dan berhujah emansipasi seolah-olah melegalkan dirinya tuk merubah kodratnya.

Dan terbukti kini banyak Istri yang tidak mau menjadi seorang Ibu. Hingga anak bingung yang mana Ibunya, karena banyak anak kini telah menjadi anak pembantunya. Sekarang para balita Negeri ini tidak pernah lagi merasakan ASI (air susu ibu)-nya sendiri. mereka ganti dengan air susu binatang (sapi) .

Maka tak aneh jiwa keprimanusian kini perlahan hilang mungkin karena status anak-anak sekarang telah berubah menjadi anak-anak sapi atau binatang. Mungkin itu hanya guyonan sambil lalu. Yang jelas kriminalitas yang terus bertambah di bumi ini itu karena telah kosongnya posisi ibu, sebagai para pendidik. Tangisan anak karena telinganya dijewer Ibunya. Karena mengajarkan tatakrama kehidupan. Kini telah hilang tertelan bumi seiring fungsi ibu tidak berlaku lagi.

Padahal dongeng dan kisah fungsi ibu yang mendidik anak-anaknya dan kehebatannya. Bertebaran dimana-mana. Ingatkah akan dongeng Bagaimana seorang Ibu sanggup merubah anaknya, menjadi apapun. Sekalipun merubahnya menjadi batu . Dan pernahkah kita mendengar kisah kehebatan seorang ibu yang dapat menghentikan kejahatan sang penjahat besar yaitu Kariyolan.

Maka pantasnyalah para Srikandi Negri ini untuk memikirkan dan kembali pulang ke gardanya masing-masing. Yaitu melahirkan tokoh-tokoh hebat. Yaitu Bukhori yang cerdas, Edison yang jenius, hingga lahir kembali Ahmad Hasan baru, Moh Natsir yunior dan melahirkan para Panglima dan Pemimpin Negri yang tangguh.

Pesanku untuk para Srikandi. Silahkan untuk menimbang kembali. Akan mimpi dan cita-cita Kartini. Karena tidak pantaslah menjadikan dalih bagi seorang wanita Indonesia, untuk enggan menjadi seorang Ibu. Bahwa Kartini tidak pernah menjadi seorang Ibu. Tapi bukankah itu karena Allah SWT telah terlebih dahulu memulangkan kepangkuaNya. Sebelum ia sempat menimang anaknya yang pertama. Tapi wahai para Srikandi. Patutlah kalian ketahui, bahwa Kartini justru rela mengorbankan nyawanya hanya untuk meraih satu gelar yaitu Ibu.

Bandung, 21 April 2009

Rana Setiana

16 Mei 2009

No Title


Katanya di sana derita

Aku tahu tapi

Ayah ibuku bahagia

Kalian punya hati

Langkah dan tujuan pasti

Itu bahagia, sungguh!


Adyfauzirahmani

Rancaekek, 070408

Wulung

Biru itu kini kehitam-hitaman, muda itu kini memudar hampir, mungkin belum. Senja, sebelum biru benar-benar menghitam malam, harap sempatkan seseorang mengganjal menghalang malam menyebar. Biarkan biru tetap di belakang hitam, biar masa muda menopang tua, semangat tetap di balik keriput.

Biru itu muda dan hitam itu, setelah muda. Biarlah seseorang itu adalah istri. Istri di balik kata suami dengan segala definisi.

Karena pasangan yang menginginkan. Saat dia tampak, ketika lelah, biar aku rasakan biru itu kembali me-merah. Muda, walau hanya gelora.

Sengaja gelapkan suasana, biarkan merasa, melihat dengan menutup mata. Waskita, tajam penglihatan terang tiliknya. Berharap datang, sedangkan hitam biar memilih. Mencari ke belakang yang jarang. Percik sedikit silau di hadapan. Hilang. Kau wanita, cahaya tapi tak silaukan mata**, kini terpilih di samping yang tampak dalam gelap saat terang.

Kau wanita berjuluk banita. Bagus, cantik. Namun tak layu tak lapuk. “Rumah” ini menunggu kehadiranmu dengan segala kemampuanmu. Tempatnya berdebu karena tungku belum berasap. Jadikanlah Banat Ummahat, Rijal berpijar kokoh dengan kakinya. Dengan kasih dan korban. Istri di balik segala gelar Suami.

Bahagia saat boleh memandang, tutupi malu kamu dan menjaga harta, bukan karena patuh kamu disuruh, bukan karena disuruh kamu patuh. Kamu bukan babu, kamu istriku. Istri di balik kata Suami dengan segala definisi.

*Wulung: Biru kehitam-hitaman

**:Terinspirasi dari tulisan K.H.E. Abdurrahman: “Memancar nur Ilahi menyinari setiap relung hari manusia, suatu sinar yang tidak menyilaukan”. (Renungan Tarikh, 2005: 251)

***: Ada yang bisa kita tuliskan pada karya kita; Inspiasi. Dan inspirasi ini adalah Perempuan itu ...

Haflah

Atas kertas, 08 April 2008 at 11.00 p.m. Yang menitipkan kata, saat tak bisa berada.

15 April 2009

BuritanNuh


SALAM TAWA TEROWONGAN DARI BURITAN

Segala puji bagi-Nya yang telah mencipta dan mengurus kita semua.
Kami mengajak menyimak suara hati yang melaju sedemikian jauh, menuju suatu tempat di masa depan hingga menjelma menjadi sebait cerita.
Semoga dapat diterima khalayak ramai.

Salam tawa, salam bahagia, hahaha, tetap semangat sampai mati!

Berawal Writer Club tempat ketawa ketiwi dan diskusi bergoyang pena. berputar kepala menari membuat wacana ilusi imajinasi cari arti. ia mati, tumbuh kembali. mengakhiri krisis kritis menjelma buruhtani, eh BuritanNuh.

Berawal mencari nama. Tu wa ga pat ma nam juh pan lan luh huuuh!

Terdampar dari arti. berakhir di kemudi, buka sana sini. kami temui kata ini pada sebuah film seri kesukaan kami. Shinichi berkata "Kapten mengendalikan buritan" . BURITAN? apa itu sebuah nama? Maka sepakat bersandar padanya. Buritan adalah sebuah nama.

Kami tak sendiri, beragam raga bersama rasa, kumpulan manusia berbeda-beda, bersabar harus sifat utama. Nuh pun menjadi perlambang semua. Nabi Allah penyabar sunggguh. berlayar bersama nautica. Hahahaha........... Tetap semangat sampai matiiiiii.

Kami menyatu kedua kata. Teman menggubah tema menjadi kata.

itu kita!: BURITANNUH

are:
Ady FR, Rana S, Dh. Haflah, E.Fitria, Jaka S, Mishbah, E. Nurjannah, Taupik H, Rini AF, Ate SH, Hana NF, Irham S, Miqdam, Ani K, H. Ahmad Dj, Soegeng H, Teti R, Haliman, Rik-rik SK, Puji, M. Hilmi .... who next...?

Dua Belas










12 alpha centauRy


Dua belas
tambah
Dua belas
sama dengan
Dua belas
pass...
priit

DN
Atas Awan Kertas, 21 November 2008
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...