add Facebook admin Haflah Garudany -- Hanya dimengerti ketika terjadi -- Bawalah yang kau temui walau bukan yang kau cari

28 Oktober 2009

Puisi-puisi Irham Shidiq

Serpih Cinta


Senyum anggun sang purnama

Mengalun mengumandangkan perang cinta

Menyerang kalbu yang tengah di mabuk rindu

Menghunus dada para pendekar asmara

Prajurit malam tak mampu tidurkan laskar cinta

Mesiu dingin tak mampu menembus benteng kasih saying

Kegelapan di ketinggian langit da di kedalaman lautan

Nurani cinta tak sekedar menerangi itu

Ada hasrat bergejolak di dada ini

Bergejolak dan terus memuncak

Jika bunga dan kumbang ditakdirkan sepasang

Ku tak mau jadi kumbang itu

Dan jika purnama sebagai lambang perpaduan cinta

Aku ingin purnama itu tidak ada

Mencari

Ku tanya pada fakir, adakah tuhan?

Ah, tak sama ruginya dengan agnotisisma

Tak perlulah raga khianati jiwa

Meski selamat dan senang jadi hikayat

Lantas kutanya tentang mati

Wahyunya menjawab dalam agama

Yang tak rampung dengan ilmu dan filsafat

Agama yang mana yang harus dijunjung?

Memento Mori

Memento Domini

Ajaran Isa mendidik kami

Dalam bimbingan tentang mati



Seminar Dakwah dalam Kisah Fiksi (bedah dongeng hikayat majalah al-Qudwah tulisan K.H. Usman Sholehuddin)




Drs. H. Anwaruddin
K.H. Usman Sholehudin
Sutajaya, S.S





Mama Ajengan, Kai Adma, Kai Atam, dan Kai Sahamah merupakan tokoh fiktif
dalam dongeng berbahasa sunda yang ditulis oleh ust. Usman Sholehudin
dalam majalah al-Qudwah, rubrik Hikayat.

Mereka hidup dalam fiksi tentang realitas keagamaan dan kehidupan,
Seakan mengokohkan bahwa fiksi (cerpen, novel, dongeng, dll)
bukan hanya sekedar imajinasi, karya apapun adalah hasil pengalaman pengarang
dan evaluasinya terhadap kehidupan.
Rubrik Hikayat, bergerak ringan ditengah-tengah tumpukan kitab-kitab hadits
dan penjelasannya, diantara deretan pentafsiran al-Qur’an serta rumitnya pembahasan
fiqih yang ditulis dan menjadi kajian pokok majalah tersebut.

Ataukah apakah memang ada hubungannya antara kisah tersebut dengan
metode penjelasan al-Qur’an dan Hadits itu pula?
Banyak ulama yang menyentuh fiksi, Iqbal berpuisi, Hamka bersastra.
Seperti dongeng dalam majalah tersebut, penulisnya tidak tanggung-tanggung adalah
K.H. Usman Sholehudin, tokoh dan sosok ulama dan guru Persatuan Islam (Persis)
saat ini.

Dimana kaitannya antara Sastra Fiksi dengan Dakwah? Sejauh mana cerita tersebut dapat bermanfaat
bagi pembacanya serta mubaligh-mubaligh yang berguru kepadanya?. Dan yang terpenting,
sebenarnya apa yang ingin beliau sampaikan dalam cerita tersebut sampai terus mempertahankan
cerita tersebut hingga saat ini?. Melalui simbol-simbol yang mewakili golongan,
mengenal karakter-karakter tokoh, setting, bahkan bahasa yang digunakan, pantasnya pembaca
mendapatkan pelajaran yang berharga seperti yang dimaksud penulis.
Begitulah karya sastra, memanusiakan manusia, menceritakan realita, tanpa menghakimi.
Dari itu kami mencoba mengenal lebih dekat dan mengambil hikmah.

Terlaksanalah sebuah acara yang kami (Klub penulis fiksi – BuritanNuh) rintis hasil kerja bareng dengan Himpunan Mahasiswi (HIMI) Persis Pimpinan Komisariat (PK) STAI Persis. Sebuah acara seminar yang diberi ngaran Seminar Dakwah Dalam Kisah Fiksi: Bedah dongeng hikayat tulisan K.H. Usman Shalehuddin. Walaupun kami tidak yakin apakah acara tersebut memang harus dinamai seminar, tapi itulah yang kami laksanakan.

Terlaksanakan dengan izin Allah swt pada hari kamis 10 September 2009 M bertepatan dengan 20 Ramadhan 1430 H, dihadiri langsung oleh K.H. Usman Shalehuddin. Suatu kehormatan beliau memberikan apresiasi yang hangat dan antusias ditengah kesibukan dan istirahat beliau di bulan Ramadhan tahun ini. Ust. Usman adalah penulis rubrik Hikayat di majalah al-Qudwah yang kini rubrik tersebut dikumpulkan dalam sebuah buku kumpulan dongeng hikayat seri pertama. Beliau juga merupakan salah satu Pemilik Kursi di Dewan Hisbah PP. Persis, serta aktifitas lainnya yang dikenal baik oleh para panitia dan peserta yang datang.

Hadir pula Sutajaya, S.S sebagai pembicara kedua yang mengupas tulisan Hikayat tersebut dari segi sastra. Kang suta –sapaan akrab Sutajaya- adalah anggota Komunitas Sastra Indonesia (KSI) dan Ketua Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia (KOMPI) Jabar.

Alunan kecapi dan suling sunda dari para pemainnya yang dihadirkan dalam acara tersebut mengiringi pembacaan salah satu dongeng yang berjudul Kapercayaan teh lain Iman oleh kang suta sebagai pembukaan. Suasana alam pedesaan sunda semakin terasa menimpal dekorasi suasana pedesaan dengan bentangan kain batik dan alat-alat khas sunda serta tulisan sunda sebagai backround ruangan acara. Sebuah kebanggaan bisa membuat apa usman tertawa manis. Subhanallah, di depan kami adalah dua orang yang kompeten di bidangnya masing-masing yang kita berguru kepadanya.

Pada kesempatan berikutnya, insyaAllah kami sampaikan materi yang telah mereka sampaikan dan berhasil kami rekam dalam sebuah tulisan. Materi seminar yang disimak lebih dari 50 peserta (alhamdulillah memenuhi target...! awalnya kami bilang ke Ust. Usman, peserta yang diperkirakan datang sebanyak 30-50 peserta). Nantikan.
To be continued...


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...