Penulis: Nasiruddin Al-Barabbasi
Penyunting: Yadi Saeful hidayat
Penerbit: Mizania, Bandung.
“Hadiah untuk Nabi adalah benar-benar hadiah, sedangkan untuk kita sekarang hadiah adalah suap.”
Demikianlah sikap Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang sangat hati-hati dalam mensikapi sebuah pemberian yang bisa terindikasi sebagai suap. Beliau sadar posisinya sebagai pejabat tinggi sangat rawan jilatan dan suap atau yang sering disebut sekarang dengan gratifikasi.
Kemuakan masyarakat terhadap wakil-wakil mereka yang dititipi amanat jabatan untuk mengatur dan menata negerinya mungkin sama sebagaimana dirasakan oleh Abu Nawas yang digambarkan pada salah satu kisah di dalam buku ini. Abu Nawas muak melihat kemungkaran di depan matanya. Pemimpin negerinya sebetulnya orang baik, tetapi para pejabat kerajaan lainnya adalah orang-orang rakus. Mereka belum merasa cukup dengan gaji yang tinggi. Dengan segala daya mereka berusaha mengeduk keuntungan sebanyak-banyaknya, tak peduli halal ataupun haram. Kas negara digerogoti sedikit demi sedikit, dan para menteri bersekongkol dalam perbuatan curang. Siapa pun orangnya, dan di negara manapun jika memandang situasi tersebut pastilah pula setuju dan merasakan apa yang dirasa oleh Abu Nawas.
Fenomena di atas bermuara pada satu kata, Korupsi. Tidak jauh berbeda dengan yang kita lihat di dunia nyata negara sekarang ini, tanpa harus meminjam mata Abu Nawas di dunianya. Bahkan sejak dulu korupsi sudah nyaman dipraktekan, tentunya tergantung harapan supaya tidak terjadi di masa depan. Paling tidak budaya korupsi bisa berkurang.
Korupsi bukanlah perkara uang Negara yang berlimpah. Korupsi bukanlah hanya milik para pejabat tinggi suatu negeri. Perilaku korupsi dan benih-benihnya terjadi pula pada harta yag sedikit dan jabatan yang paling rendah sekalipun.
Di saat korupsi telah akut di suatu negeri, pendidikan tentang kejujuran dan amanah adalah suatu yang sangat penting. Nilai-nilai anti korupsi sudah harus diterapkan pada setiap pendidikan yang dilakukan, terutama pada generasi-generasi muda agar mereka mendapat pemahaman dan pengertian tentang korupsi, berbagai modusnya sampai ke perkara-perkara yang dikategorikan korupsi, serta akibat yang bisa terjadi karena korupsi tersebut. Sehingga bisa berpikir ulang saat terbesit untuk melakukan hal-hal yang mengarah pada ketidakjujuran, pengkhianatan, dan terakumulasi pada satu kata, Korupsi.
Dalam salah satu kisahnya pun, buku ini menerangkan pentingnya mengajarkan dan mengenalkan kejujuran dari orang tuan terhadap anaknya. Diceritakan bahwa seorang ibu memanggil anaknya dengan menjanjikan akan memberi kurma, supaya anaknya mau memenuhi panggilannya, maka Rasul bersabda, “Seandainya engkau tidak memberinya sesuatu, niscaya engkau akan dicatat sebagai wanita pendusta.”
Buku Kisah-kisah Islam Anti Korupsi ini berpusat pada dua kata, jujur dan amanah. Dua sikap yang diwakili kata tersebut menjadi kunci bisa terjadi atau tidaknya korupsi, dari jabatan yang paling bawah sampai yang paling tinggi, dari uang atau harta yang sedikit sampai jumlah yang tak terkira besarnya. Sebagai salah satu contoh tentang kisah Khalifah yang harus menutup hidung karena tidak mau sekedar menghirup wangi dari minyak wangi yang bukan haknya.
Buku ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi tentang keutamaan sikap jujur dan amanah, berisi teladan dari Rasul Allah terakhir Muhammad SAW tentang sikap jujur dan kehati-hatian beliau dalam menjalankan amanah. Bagian kedua, barulah dikisahkan cerita-cerita penuh makna, bahkan sebagian ada yang ringan dan diceritakan tidak sampai setengah halaman. Kisah penuh hikmah yang bisa diambil pelajaran mengagumkannya tentang sikap anti-korupsi dalam Islam. Sebuah nilai yang sudah harus digali dari sebuah cerita. Menjadikan Anti-Korupsi sebagai bagian dari jihad ummat Islam.
Sambutan dari Prof. Dr. K.H. Miftah Faridl, seorang cendekiawan muslim “Buku ini menyajikan pengalaman orang-orang jujur, sukses, dan memperoleh berkah karena menjauhi korupsi”, cukup menjadi pengantar untuk membaca dan menerapkan nilai-nilai dari cerita yang terdapat dalam buku ini. Meskipun termasuk buku yang terbit beberapa tahun yang lalu, bahkan mendapat sambutan pula di sampul depannya dari Antasari Azhar yang masih menjabat sebagai Ketua KPK saat itu, tetapi masih sangat berguna mengingat Korupsi harus dilawan saat ini dan sampai kapanpun. Wallahua’lamu.
Dhanyawan Haflah, Staf Perpustakaan Salman ITB.
nitip link aja dah
BalasHapushttp://www.forkoma.com