Biru itu kini kehitam-hitaman, muda itu kini memudar hampir, mungkin belum. Senja, sebelum biru benar-benar menghitam malam, harap sempatkan seseorang mengganjal menghalang malam menyebar. Biarkan biru tetap di belakang hitam, biar masa muda menopang tua, semangat tetap di balik keriput.
Biru itu muda dan hitam itu, setelah muda. Biarlah seseorang itu adalah istri. Istri di balik kata suami dengan segala definisi.
Karena pasangan yang menginginkan. Saat dia tampak, ketika lelah, biar aku rasakan biru itu kembali me-merah. Muda, walau hanya gelora.
Sengaja gelapkan suasana, biarkan merasa, melihat dengan menutup mata. Waskita, tajam penglihatan terang tiliknya. Berharap datang, sedangkan hitam biar memilih. Mencari ke belakang yang jarang. Percik sedikit silau di hadapan. Hilang. Kau wanita, cahaya tapi tak silaukan mata**, kini terpilih di samping yang tampak dalam gelap saat terang.
Kau wanita berjuluk banita. Bagus, cantik. Namun tak layu tak lapuk. “Rumah” ini menunggu kehadiranmu dengan segala kemampuanmu. Tempatnya berdebu karena tungku belum berasap. Jadikanlah Banat Ummahat, Rijal berpijar kokoh dengan kakinya. Dengan kasih dan korban. Istri di balik segala gelar Suami.
Bahagia saat boleh memandang, tutupi malu kamu dan menjaga harta, bukan karena patuh kamu disuruh, bukan karena disuruh kamu patuh. Kamu bukan babu, kamu istriku. Istri di balik kata Suami dengan segala definisi.
*Wulung: Biru kehitam-hitaman
**:Terinspirasi dari tulisan K.H.E. Abdurrahman: “Memancar nur Ilahi menyinari setiap relung hari manusia, suatu sinar yang tidak menyilaukan”. (Renungan Tarikh, 2005: 251)
***: Ada yang bisa kita tuliskan pada karya kita; Inspiasi. Dan inspirasi ini adalah Perempuan itu ...
Haflah
Atas kertas, 08 April 2008 at 11.00 p.m. Yang menitipkan kata, saat tak bisa berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk Post-kan komentar:
mulailah mengetik komentar anda kemudian pada kolom select profile pilih Anonymous..(pilih yag lain juga boleh, jika ada. Kemudian Klik 'Poskan komentar'.
Wilujeng!!!